Minggu, 27 November 2011

memantapkan peran koperasi syariah


           Dalam perkembangannya, mulai banyak bermunculan metamorfosa sistem perkoperasian di negeri kita, ada koperasi simpan pinjam, koperasi serba usaha, koperasi konsumen, koperasi produsen, koperasi jasa dan sebagainya. Pada akhir milenium ke dua di negeri kita muncul bentuk koperasi baru yang kita kenal saat ini sebagai koperasi syariah.
Dewasa ini koperasi syariah menjadi trend di masyarakat dan digadang-gadang sebagai salah satu alternative pembiayaan usaha rakyat yang muncul dari metamorfosa antara sistem perkoperasian yang sudah berjalan lama di Indonesia dan bentuk mikro dari bank syariah. Dalam aplikasinya memang kita dapati kesamaan karakteristik pengamalan pada koperasi syariah atau dengan bentuk semisal dan lebih dikenal oleh masyarakat luas dari tahun 1990-an yaitu Baitul Maal Wa Tamwil (BMT).
BMT dalam aplikasinya menerapkan fungsi simpan pinjam layaknya pada koperasi dengan menggunakan instrumen produk yang sedikit banyaknya mengacu pada modernisasi produk perbankan, khususnya perbankan syariah. BMT dalam perkembangannya telah terbukti banyak memberikan kontribusi yang cukup besar pada perkembangan dan penguatan ekonomi pada usaha mikro kecil dan menengah.
Secara historis BMT pertama kali dikenal pada tahun 1992, jumlah BMT di seluruh Indonesia saat ini telah mencapai lebih dari 3.307 unit yang tersebar di seluruh propinsi di Indonesia. Asset BMT diperkirakan lebih dari Rp 1,5 triliun, melayani lebih dari 2 juta penabung (anggota) dan memberikan pinjaman terhadap 1,5 juta pengusaha mikro dan kecil. BMT sebanyak itu telah mempekerjakan tenaga pengelola lebih dari 21.000 orang. Berdasarkan kajian Kantor Mennegkop dan UKM, lembaga keuangan mikro hanya mampu melayani 2,5 juta dari 39 juta pelaku UMKM. Dana yang mampu disediakan pun hanya sekitar 6 persen dari kebutuhan pembiayaan UMKM. Karenanya, Indonesia masih memerlukan lebih dari 8.000 unit LKM baru. Tentu ini merupakan tantangan yang harus segera dijawab.
Evaluasi
Terlepas dari pesatnya perkembangan BMT atau koperasi syariah, lembaga ini masih perlu banyak pembenahan dan penguatan yang dapat menopangnya. Apalagi dengan adanya beberapa kasus moral hazard yang muncul dari pengurus maupun pengelola koperasi syariah dan metode interaksi yang masih cenderung kurang bijak dalam menyikapi anggota di beberapa koperasi syariah. Sebagai contoh adalah kasus bunuh diri yang sempat menarik perhatian para praktisi koperasi syariah dan lembaga terkait maupun masyarakat. Dalam pemberitaan salah satu media massa dikatakan bahwa bunuh diri ini dilakukan karena anggota dari salah satu koperasi syariah tersebut merasa di bawah tekanan pembayaran hutang yang jumlahnya tidak terlalu banyak namun dengan penyikapan dari pihak koperasi yang terlalu menekan bahkan akan diajukan ke meja hijau jika tidak dapat membayar lagi.
Kejadian tersebut tidak selayaknya terjadi pada sebuah koperasi yang berlandaskan syariah jika sumberdaya manusia di dalamnya dapat menyesuaikan kondisi lapangan. Tentu ini tidak serta merta ini kesalahan koperasi, tapi paling tidak ini menjadi catatan yang harus segera diperbaiki, tidak hanya pada satu koperasi yang bersangkutan, tapi pada sistem koperasi syariah secara umum.
Oleh karena itu, usaha pemantapan peran koperasi syariah tidak hanya mengacu pada kemampuan koperasi syariah dalam memberikan kebutuhan modal pada anggota, tapi lebih dari itu, koperasi syariah diharapkan menjadi salah satu pelengkap kebutuhan ekonomi anggotanya selayaknya hubungan keluarga.
Kembali ke Asas Koperasi
Tentu kita masih ingat asas utama dalam peletakan fondasi koperasi adalah asas kekeluargaan. Hal ini dapat kita telusuri dalam amanat undang-undang dasar 1945 Pasal 33 ayat 1. Asas inilah yang harus tetap dipegang oleh segenap praktisi koperasi. Yang perlu dipahami bersama dalam asas ini adalah bahwa segala bentuk implementasi ekonomi pada koperasi diharapkan melalui proses musyawarah, adil, dan untuk tujuan kesejahteraan bersama. Asas ini sebenarnya dapat kita temui pada landasan koperasi syariah yang mengakar pada konsep sistem ekonomi syariah itu sendiri yaitu nilai moral. Aturan syariah sebagai konsekuensi logis dari aqidah bertujuan untuk membentuk moralitas dan akhlak yang mulia. Inilah yang perlu dipahami bersama dalam berkoperasi maupun berinteraksi secara umum. Apabila asas ini sudah mengakar pada pola piker SDM yang ada di koperasi syariah, secara tidak langsung ini menjadi poin penting dalam pemantapan kinerja koperasi syariah yang sudah menjamur di negeri kita ini.
Usaha pemantapan koperasi syariah berikutnya adalah sinergisitas pengawas manajemen dengan pengawas syariah. Tidak sedikit koperasi kecolongan karena tidak sempurnanya dua pengawasan di atas. Dari segi syariah mungkin sudah memenuhi syarat, namun dari segi manajemen masih carut marut, sehingga membuka peluang kecurangan dan kesalahan besar dalam praktiknya. Oleh karena itu, bentuk manajemen harus berbanding lurus dengan perkembangan aturan syariah di dalam pelaksanaannya.
Usaha pembenahan ini diharapkan dapat didukung oleh segenap masyarakat Indonesia khususnya para praktisi koperasi syariah dan pemerintah yang berwenang. Pada akhirnya, mengacu pada rumusan Hatta dan segenap pendiri bangsa ini dalam amanah UUD 1945, mari kita wujudkan dengan masyarakat yang maju, adil, dan makmur bersama-sama.
sumber: http://ib-bloggercompetition.kompasiana.com/2010/11/13/memantapkan-peran-koperasi-syariah/

evaluasi keberhasilan koperasi dilihat dari sisi perusahaan

 A.     Efisiensi Perusahaan
Tidak dapat di pungkiri bahwa koperasi adalah badan usaha yang
kelahirannya di landasi oleh fikiran sebagai usaha kumpulan orangorang
bukan kumpulan modal. Oleh karena itu koperasi tidak boleh
terlepas dari ukuran efisiensi bagi usahanya, meskipun tujuan
utamanya melayani anggota.
• Ukuran kemanfaatan ekonomis adalah adalah manfaat ekonomi dan pengukurannya dihubungkan dengan teori efisiensi, efektivitas serta waktu terjadinya transaksi atau diperolehnya manfaat ekonomi.
• Efesiensi adalah: penghematan input yang di ukur dengan cara membandingkan input anggaran atau seharusnya (Ia) dengan input realisasi atau sesungguhnya (Is), jika Is < Ia di sebut (Efisien).
Di hubungkan dengan waktu terjadinya transaksi/diperolehnya manfaat ekonomi oleh anggota dapat di bagi menjadi dua jenis manfaat ekonomi yaitu :
(1) Manfaat ekonomi langsung (MEL)
(2) Manfaat ekonomi tidak langsung (METL)
• MEL adalah manfaat ekonomi yang diterima oleh anggota langsung di peroleh pada saat terjadinya transaksi antara anggota dengan koperasinya.
• METL adalah manfaat ekonomi yang diterima oleh anggota bukan pada saat terjadinya transaksi, tetapi di peroleh kemudian setelah berakhirnya suatu periode tertentu atau periode pelaporan keuangan/pertanggungjawaban pengurus & pengawas, yakni penerimaan SHU anggota.
• Manfaat ekonomi pelayanan koperasi yang di terima anggota dapat di hitung dengan cara sebagai berikut:
TME = MEL + METL
MEN = (MEL + METL) – BA
• Bagi suatu badan usaha koperasi yang melaksanakan kegiatan serba usaha (multipurpose), maka besarnya manfaat ekonomi langsung dapat di hitung dengan cara sebagai berikut :
MEL = EfP + EfPK + Evs + EvP + EvPU
METL = SHUa
Efisiensi Perusahaan / Badan Usaha Koperasi:
1. Tingkat efisiensi biaya pelayanan BU ke anggota
(TEBP) = Realisasi Biaya pelayanan Anggaran biaya pelayanan
= Jika TEBP < 1 berarti efisien biaya pelayanan BU ke anggota
2. Tingkat efisiensi biaya usaha ke bukan anggota
(TEBU) = Realisasi biaya usaha Anggaran biaya usaha
Jika TEBU < 1 berarti efisien biaya usaha
B.     Efektivitas Produksi
Organisasi ekonomi yang memiliki keharusan menangani usaha berdasarkan prinsip efisiensi, efektivitas dan produktivitas.Prinsip efisiensi dan efektivitas untuk mewujudkan produktivitas yang tinggi harus dipadukan dengan optimasi pelayanan dan kesejahteraan  mengenai bagaimana dan apa ukuran efektivitas yang setepatnya. Oleh sebab itu sampai saat ini mengukur efektivitas organisasi atau badan usaha lain sangat sederhana dibandingkan dengan mengukur efektivitas koperasi.Organisasi koperasi tidak saja semata berkenaan dengan aspek ekonomi melainkan juga akan berkenaan dengan aspek sosialnya. Akan tetapi sebagai konsekuensi logis dari kondisi koperasi yang selalu dalam keadaan bersaing dengan organisasi lain untuk mendapatkan sumberdaya maka merumuskan keberhasilan merupakan hal yang penting. 
• Efektivitas adalah pencapaian target output yang di ukur dengan cara membandingkan output anggaran atau seharusnya (Oa), dengan output realisasi atau
sungguhnya (Os), jika Os > Oa di sebut efektif.
• Rumus perhitungan Efektivitas koperasi (EvK) :
EvK= Realisasi SHUk + Realisasi MEL
Anggaran SHUk + Anggaran MEL
= Jika EvK >1, berarti efektif
C.     Produktivitas koperasi
Produktivitas adalah pencapaian target output (O) atas input yang digunakan (I), jika (O>1) disebut produktif.
Rumus perhitungan produktivitas perusahaan koperasi :
PPK = S H U X 100%
Modal koperasi
= Rp. 102,586,680 X 100%
Rp. 118,432,448
= Rp. 86.62
Dari hasil ini dimana PPK > 1 maka koperasi ini adalah produktif.
 
RENTABILITAS KOPERASI
Untuk mengukur tingkat rentabilitas koperasi KSU SIDI maka digunakan rumus perhitungan sebagai berukut:
Rentabilitas = S H U X 100%
AKTIVA USAHA
= Rp. 102,586,680 X 100%
Rp. 518,428,769
Rp. 19.79 %
 
Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa setiap Rp.100,- aktiva usaha mampu menghasilkan sisa hasil usaha sebesar Rp.19.79,-. Hal ini berarti koperasi KSU SIDI Sanur mampu mengembangkan usahanya dengan baik kea rah yang meningkat.
 
D.     Analisis Laporan Koperasi
 
Analisis Laporan Koperasi Laporan keuangan koperasi merupakan bagian dari laporan pertanggungjawaban pengurus tentang tata kehidupan koperasi. Laporan keuangan sekaligus dapat dijadikan sebagai salah satu alat evaluasi kemajuan koperasi. Laporan Keuangan Koperasi berisi
(1) Neraca,
(2) perhitungan hasil usaha (income statement),
(3) Laporan arus kas (cash flow),
(4) catatan atas laporan keuangan
(5) Laporan perubahan kekayaan bersih sbg laporan keuangan tambahan.
a)      Perhitungan hasil usaha pada koperasi harus dapat menunjukkan usaha yang berasal dari anggota dan bukan anggota. Alokasi pendapatan dan beban kepada anggota dan bukan anggota pada perhitungan hasil usaha berdasarkan perbandingan manfaat yang di terima oleh anggota dan bukan anggota.
b)      Laporan koperasi bukan merupakan laporan keuangan konsolidasi dari koperasi-koperasi. Dalam hal terjadi penggabungan dua atau lebih koperasi menjadi satu badan hukum koperasi, maka dalam penggabungan tersebut perlu memperhatikan nilai aktiva bersih yang riil dan bilamana perlu melakukan penilaian kembali. Dalam hal operasi mempunyai perusahaan dan unit-unit usaha yang berada di bawah satu pengelolaan, maka di susun laporan keuangan konsolidasi atau laporan keuangan gabungan.
c)      Demikian penulisan ini tidak untuk bertujuan komersil tetapi untuk penambahan nilai dalam menunjang mata kuliah adaptif softskill mengenai ekonomi koperasi. Semoga penulisan ini dapat bermanfaat untuk kita semua dalam mengembangkan koperasi dengan mengevaluasi kembali manfaat dari hasil yang diberikan dalam koperasi yang dilihat dari sisi perusahaan.
 
sumber